Kamis, 05 September 2013

Paku Buwono XIII Hangabehi


Paku Buwono XIII Hangabehi (Dokumentasi/(JIBIPhoto)

Duit Hibah Keraton Surakarta Tak Cair

KAMIS, 26 JULI 2012 | 09:35 WIB
TEMPO.COSemarang - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah belum bisa mencairkan dana bantuan hibah senilai Rp 1,1 miliar untuk operasional Keraton Kasunanan, Surakarta. Penyebabnya, rekonsiliasi antara dua raja di Keraton Surakarta yang sudah disepakati beberapa waktu lalu itu ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo menyatakan pencairan dana hibah harus didasarkan atas permintaan Raja Keraton Surakarta. "Hibah ini, kan, uang rakyat. Sasarannya harus jelas," kata Bibit Waluyo setelah bertemu dengan kerabat Keraton Surakarta, Moeryati Sudibyo, di Semarang, Rabu, 25 Juli 2012.

Kisruh kepemimpinan Keraton Surakarta sudah terjadi selama delapan tahun terakhir. Upaya rekonsiliasi Keraton Surakarta Hadiningrat sudah dilakukan. Ini ditandai oleh penandatanganan kedua kubu yang berseteru, Tedjowulan, berhadapan dengan Paku Buwono XIII Hangabehi. 

Bibit mengakui upaya rekonsiliasi dua raja di Keraton Surakarta itu memang sudah digulirkan, beberapa waktu lalu. "Rekonsiliasi memang sudah dilakukan, tapi implementasinya tidak berjalan," kata bekas Pangdam IV Diponegoro ini.

Bibit enggan menyampaikan rekonsiliasi yang tak berjalan itu. "Semua itu masalah internal Keraton. Pemerintah tidak berani ikut campur,” katanya. Bibit meminta agar semua pihak bisa menyelesaikan masalah internal Keraton Surakarta sehingga dana hibah dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bisa segera disalurkan. Meskipun tak juga dicairkan, kata dia, dana hibah Keraton Kasunanan Surakarta tidak akan hangus.

Sebelumnya, Bibit menyatakan penundaan pencairan justru disebabkan keinginan Paku Buwono XIII Hangabehi. "Dana bukan tidak bisa turun. Proses itu ada waton dan ugeran, ada panutan yang kita pedomani. Saya mendapat surat dari Raja Solo, Sinuhun Hangabehi. Sinuhun minta agar dana hibah sementara tolong ditunda dulu," kata Bibit. Bibit menyatakan dana hibah sudah tersedia dan tinggal menunggu pencairan. Catatannya, kata dia, kejelasan rekonsiliasi kedua raja tersebut sudah harus ada.

Kerabat Keraton Surakarta yang juga Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Moeryati Sudibyo, enggan berkomentar setelah bertemu dengan Bibit. “Ini hanya bersilaturahmi dengan gubernur,” kata Moeryati yang didampingi beberapa tokoh, seperti Ketua Yayasan Warna-Warni Krisnina Akbar Tandjung.

Dana hibah itu dianggarkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2012. Dana tersebut masuk dalam pos dana hibah yang bisa diterima berbagai kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat lain yang menerima dana hibah itu di antaranya Komite Nasional Pemuda Indonesia Jawa Tengah, Karang Taruna Jawa Tengah, dan beberapa organisasi wartawan.

GRAy Koes Murtiyah  (Gusti Mung) Pengageng Sasana Kraton Kasunanan Surakarta

Kraton Solo Ingin Seperti DIY, Mendapat Status Keistimewaan

SoloPos 07-02-`3
BANTUL — Undang-Undang No.13/2012 tentang Keistimewaan DIY atau UUK DIY yang diserahkan kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, September 2012 lalu, menjadi angin segar bagi Kraton Surakarta untuk kembali memperjuangkan keistimewaan yang serupa.
“Kalau sekarang Jogja dikasih (keistimewaan), Surakarta juga harus,” tegas Pengageng Sasana Kraton Kasunanan Surakarta, GRAy Koes Murtiyah, yang akrab disapa Gusti Mung saat gelaran labuhan ageng di Cempuri Parangkusumo, Parangtritis, Kretek, Kamis (7/2/2013).
Menurut Gusti Mung, jika pemerintah pusat tidak memberikan keistimewaan bagi Kraton Surakarta berarti telah melanggar konstitusi yang sebenarnya. “Tergantung pada pemerintah RI, apakah akan menjalankan amanat konstitusi yang sebenarnya atau tidak,” tandasnya.
Surakarta pernah ditetapkan sebagai daerah istimewa bersama dengan DIY pada 1945. Namun, pemerintah mencabut keistimewaan Surakarta karena pada saat itu terjadi konflik sosial.
Gusti Mung menambahkan, dalam PP No.16/SD/1946 telah disebutkan bahwa Kraton Surakarta akan kembali mempunyai hak keistimewaan untuk mengurus pemerintahan sendiri jika keadaan pada masa itu sudah kembali normal.
“Sekarang, Jogja yang sudah dikembalikan (keistimewaannya). Surakarta juga harus (dikembalikan keistimewaannya), tidak bisa tidak,” ujarnya. Kini, pihak Kraton Surakarta masih memperjuangkan keistimewaannya dengan cara uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Terlepas dari masalah keistimewaan, masih kata Gusti Mung, kegiatan upacara adat di Kraton Surakarta jauh lebih padat jika dibandingkan dengan Kraton Jogja. Sebab, dalam tataran pendiri Mataram, posisi Kraton Surakarta lebih tua daripada Jogja.

Kisruh, Keraton Solo minta maaf

Sindonews.com - Pihak Keraton Solo secara resmi meminta maaf kepada semua masyarakat Kota Solo, karena kericuhan yang terjadi belakangan. Namun demikian, pihaknya keraton tetap akan mempertahankan aturan atau angger angger di keraton. 

Hal ini disampakan langsung olah kerabat Keraton Solo Satriyo, saat ditemui di dalam Keraton Solo. Satriyo mengungkapkan, bahwa Keraton Solo tetap konsisten dengan mempertahankan aturan adat.

Diantaranya, jika ada orang yang melakukan pelanggaran akan diadili dengan ketentuan atau angger angger keraton. Baik itu abdi dalem, kerabat, atau bahkan sinuwun raja yang melanggar.

Sementara itu, berdasarkan pantauan di lokasi, lingkungan Keraton Solo tampak lenggang. Aktivitas warga Baluarti yang mengelilingi Keraton Solo juga berjalan normal.

Namun, sejumlah polisi tetap disiagakan di lokasi tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kembali keributan antar pendukung raja. 

Terkait pendobrakan pintu Sasono Putro, pintu menuju ke rumah Sinuhun PB XIII, tampak sejumlah orang tengah menjalani pemeriksaan oleh petugas kepolisian.

(san)
Septyantoro Aji Nugroho
Selasa,  27 Agustus 2013  −  17:41 WIB

Kisruh Keraton Solo; Bermula Dari Dana APBD Yang Diselewengkan Untuk “Kemewahan” Raja

Malang On line 30-08-2013
SOLO | Konflik yang tak berkesudahan di lingkungan keraton Surakarta Hadiningrat Solo berimbas pada pencabutan hak guna fasilitas Negara. Fasilitas Negara yang diberikan tersebut adalah guna untuk merawat cagar budaya yang ada didalam lingkungan keraton.
Pencabutan fasilitas negara ini akibat konflik internal yang terjadi diantara putra dalem Paku Buwono (PB) XII. “Kalau tidak mau diatur pemerintah, yawis. Fasilitas negara berupa sambungan listrik, air dan telepon tidak akan diberi,” ancam Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, Jumat (30/8/2013).
Opsi pencabutan fasilitas Negara ini adalah opsi terakhir bila mana pihak keraton masih tetap berseteru dan tidak sepakat berdamai. Hal ini dilakukan pemkot Solo sebagai langkah mendamaikan dua kubu. Seperti yang sudah diketahui perseteruan dalam keraton Solo tersebut bermula dari pemeliharaan keraton melalui pengucuran dana pemerintah.
Di sini, pemkot berulangkali menunda pemberian dana hibah lantaran mekanisme pertanggung- jawabannya tidak sesuai ketentuan.  Terakhir kali penyaluran dana tersebut pada 2010 lalu, uang APBD ini malah dibelikan mobil pribadi raja yang seharusnya untuk membayar gaji abdi dalem dan operasional lainnya di keraton.
“Solo itu kota budaya. Kewajiban pemerintah menyelamatkan situs-situs budaya berupa bangunan dan kawasannya. Sedangkan akibat persoalan di sana, kewajiban pemerintah ini dikhawatirkan gagal,” lanjut pria yang akrab disapa Rudy ini.
Seperti yang diberitakan sindonews.com, Mengenai pencabutan fasilitas negara di keraton, Rudy mengatakan hal itu adalah hak mutlak pemerintah. Menurutnya, negara boleh menjatuhkan sanksi ini kepada penduduknya yang dianggap menentang konstitusi dan tak taat hukum, terlebih hal ini berkaitan UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya. |Ias
//

KISRUH KERATON SOLO: Pelengseran Dianggap Tak Sah

SOLO–Putra-putri dan menantu mendiang Paku Buwono (PB) XII yang menyebut diri Lembaga Dewan Adat menuduh raja mereka PB XIII melakukan kebohongan sehingga dianggap layak dilengserkan, Senin (26/8/2013). Tetapi juru bicara Dwitunggal Kesunanan Surakarta Hadiningrat dari kubu prorekonsiliasi, K.R.H. Bambang Pradotonagoro menegaskan, keputusan Lembaga Dewan Adat itu tidak sah.
“Dari PB II sampai PB XII tidak ada Lembaga Adat. Itu bentukan siapa? Itu kan ormas yang terdaftar di Kesbangpolinmas. Sinuhun sendiri tidak pernah mengakui Lembaga Adat. Mereka tidak punya kewenangan apa pun di Keraton,” terang dia.
Dalam kesempatan itu, Bambang menegaskan acara halalbihalal dan pengukuhan Maha Menteri Tedjowulan terpaksa dibatalkan karena situasi yang memanas. “Dengan kondisi seperti ini, acara halalbihalal batal dilaksanakan. Sementara pengukuhan Maha Menteri kamipending untuk sementara waktu,” terang Bambang.
(JIBI/Solopos/yri)